Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kitab Suci Memang Fiksi

Saya tidak tahu, apakah kitab suci itu fiksi atau bukan, karena saya tidak pernah membuktikanya secara langsung. Namun menurut iman, kitab suci yang saya yakini bukanlah fiksi. Itu juga yang mungkin tejadi pada orang yang meyakini kitab sucinya masing-masing.

Kitab suci bagi saya adalah buku moral, bukan buku sejarah atau buku matematika. Semua kisah yang ada, ditulis agar manusia bisa mengambil hikmah. Jadi berdasar dari keyakinan, juga tujuan ditulisnya sebuah kitab suci diatas, maka secara filosofis bisa saja kitab suci dikatakan fiksi.

Kasarnya begini,
Suci atau tidaknya sesuatu, itu hanya masalah nilai. Baik itu tempat suci, orang suci ataupun kitab suci. Lia Eden itu orang suci bagi pemujanya, namun bagi saya dia hanya manusia biasa. Bagi umat Kristen Alkitab atau Bible itu kitab suci, tapi belum tentu menurut saya. Begitu juga dengan Al Qur'an, bagi saya jelas sebagai kitab suci, namun belum tentu menurut umat lain.

Intinya sucu atau tidaknya sesuatu itu relatif, tergantung siapa yang menilai. Apalagi kitab suci, modalnya hanyalah iman. Sedang yang namanya iman adalah meyakini kebenarannya tanpa perlu pembuktian.

Lalu apakah fiksi itu buruk.?
Tidak juga, seperti yang sudah saya tulis di atas, kisah dalam kitab suci ditulis agar manusia bisa mengambil hikmah.
Pujangga jawa menciptakan tokoh semar pada kisah mahabarata dan ramayana, sebagai tokoh lapisan bawah yang adiluhung agar manusia bisa bersikap seperti semar.

Beda dengan kisah fiktif, karena bahan dasarnya adalah kebohongan atau hoax. Contohnya adalah saat saya menciptakan sosok jurig untuk menakut-nakuti anak anak, Efeknya tidak akan pernah sama.

Post a Comment for "Kitab Suci Memang Fiksi"