Mengenal Filsafat Manusia Gagal ala Schopenhauer
Semua manusia yang masih hidup, tidak akan pernah lepas dari yang namanya keinginan keinginan, cita cita, hasrat, ambisi juga harapan yang akan selalu dikejar sampai manusia itu mati. Yang artinya semua manusia tidak pernah kosong dari semua itu sepanjang dia masih hidup. Sebut saja misalnya saya, setiap hari selalu saja memikirkan bagaimana agar saya punya banyak uang, bagaimana agar saya bisa terkenal, bagaimana caranya agar saya bisa mempunyai istri yang cantik, rumah yang bagus, bagaiaman agar saya jadi orang baik, dan seterusnya.
Dan untuk mewujudkan semua itu, saya tidak pernah berhenti berusaha dengan segala cara. Menjadi blogger, menjadi youtuber, menjadi pedagang, menjadi pebisnis, namun ujungnya pelabuhan terakhir saya dalam mewujudkan semua keinginan itu mentok menjadi sopir kontrak. Itu karena kemampuan saya yang memang sangat terbatas, bukan saja dari segi skill dan pendidikan, saya juga terbatas dalam hal kesempatan.
Dan sekarang semua keinginan, hasrat, ambisi, cita cita itu hancur berkeping-keping. Bagaimana bisa saya menjadi banyak uang, bisa terkenal, bisa punya istri cantik, rumah bagus jika hanya menjadi sopir truk kontrak yang gajinya saja tidak jelas.?
Lalu diatas puing puing harapan yang telah hancur, saya terus berusaha mencapainya. Tak peduli walau harus bergesekan dengan keinginan orang lain, dengan kehidupan sosial, saya tetap berusaha sekuat tenaga. Namun sampai saat ini masih jauh panggang dari api. Hidup saya masih miskin, masih menggembel, tempat tinggalpun masih tetap seperti kandang monyet.
Lalu kenapa semua itu terjadi pada saya..?
Saya kadang suka berpikir, mungkin semua itu terjadi karena sesuatu belum mengizinkan. Sesuatu yang lebih tinggi dari saya masih menghendaki untuk tetap miskin, untuk tetap menjadi manusia gagal. Sementara itu bukan kemauan saya. Lantas apakah sia sia segala yang sudah saya kerjakan.?.
Bila semua sudah tertulis dalam takdir, lalu apakah semuaa usaha keras saya juga sudah tertulis.? Yang artinya semua yang saya lakukan bukan atas kemauan saya, tapi kemauan yang lebih tinggi.?
Ini mirip dengan dualismenya Plato, dimana dia membagi dunia ini menjadi 2 bagian. Yaitu realitas dan idealis, sama juga dengan manusia yang terbagi menjadi 2, yaitu ada raga yang terlihat dan jiwa yang tidak terlihat. Jadi Idea plato atau jiwanya manusia yang tidak terlihat adalah aliran kehendak, sedang kita adalah objeknya atau realitasnya yang di isi oleh kerangka kehendak buta. Karena kita sebagai manusia tidak pernah bisa memprediksi dan meramalkan apa yang akan terjadi kedepannya.
Kasarnya kita hanya menjadi budak oleh kehendak yang lebih tinggi dari kita. Yang berarti tindakan manusia bukan hasil dari kesadaran yang selalu kita akui selama ini, tapi aliran ketaksadaran. Misalnya saat saya hanya menjadi sopir, itu bukan atas kemauan saya, tapi saya dipaksa untuk menjadi seperti itu. Kehendak yang lebih tinggi ingin memanifestasikan saya seperti itu.
Kalau begitu optimisme itu omong kosong, mari kita bunuh diri saja.
Tunggu dulu..!
Konsep pesimismenya Schopenhauer tidak seperti itu. Setiap msalah tentu ada jalan keluarnya bagi orang yang mau terus berusaha, kecuali bagi orang yang berpikir pendek. Hidup menderita karena segala usaha kita sia sia, itu memang membagongkan. Namun kita tidak perlu juga melarikan diri terhadap obat obatan dan sejenisnya untuk menghilangkan penderitaan, apa lagi sampai bunuh diri. Kita bisa menyalurkan penderitaan terhadap nilai estetika atau keindahan. Manusia bisa membebaskan diri dari penderitaan ketika menyelami dunia seni.
Namun semua solusi itu hanya bersifat sementara, sebab setelah itu manusia akan kembali pada keinginan keinginan yang membuatnya menderita dan merasakan kesia-siaan. Karna pada akhirnya kita hanya akan mendapati dua hal, yang pertama kita akan merasa bosan jika keinginan itu telah didapatkan, dan yang kedua kita akan menderita jika apa yang kita inginkan tidak bisa didapatkan.
Maka solusi satu satunya yang bersifat permanen jika manusia ingin lepas dari penderitaan, bukan dengan cara gantung diri, tapi dengan melepaskan, membunuh atau mematikan semua keinginan, hasrat, ambisi, cita cita, dan apapun yang bersifat duniawi. Ini mirip dengan konsep Buddhisme, dimana manusia akan terbebas dari penderitaan jika sudah melepas segala hal tentang nafsu duniawi. Setelah itu maka manusia akan sampai pada satu titik yang disebut Nirwana. Yaitu kondisi tanpa keinginan.
Post a Comment for "Mengenal Filsafat Manusia Gagal ala Schopenhauer"
Silahkan berkomentar sesuai tema posting di atas. Komentar jorok, spam, atau tidak relevan, akan kami hapus secara permanen.